"Pahlawan tanpa tanda jasa"
Bener sih. Tapi Sayang, kami sendiri sudah ngerasa basi dengan slogan itu.
Guru itu nggak hanya PNS aja yang emang terjamin. Coba nggak ada guru honorer, kontrak, wiyata, kami nggak bisa bayangkan pendidikan di Indonesia masih jalan atau tidak.
Bukan orientasi uang, setidaknya jangan sampai ada guru yang putus asa karena gaji 300rb/bulan kemudian melakukan hal-hal yang tidak sepantasnya.
Emang anak guru mau makan batu? Seandainya batu itu bergizi....
Realistis saja lah. Buat yang masih honorer tetap berjuang cari sambilan yang halal ya..
Prakata
Kalau orang jawa bilang guru itu singkatan “digugu lan ditiru” (dituruti dan ditiru). Namun itu jaman dulu, bagaimana keadaan guru jaman sekarang? si penulis yang kuliah di jurusan keguruan dan anggota keluarga penulis yang memang sebagian besar adalah guru memiliki berbagai pengalaman suka duka selama bekerja. Tiap kumpul keluarga, bahkan bersama keluarga besar pasti ada saja obrolan yang berkaitan dengan pendidikan.
Berikut ini Kami rangkum suka dan duka menjadi guru..
1. Suka – Bangga anak didik menjadi sukses
Bagaimanapun juga guru akan bahagia jika mantan anak didiknya akhirnya sukses baik dalam kehidupan dan karir apalagi jika anak didik kita menjadi presiden, kita hadir dalam sejarah kehidupan seorang presiden.
Tentunya rasa bangga ini hanya muncul jika anak didiknya sukses dengan cara yang halal.
2. Suka – Dicintai anak didik
Agar dicintai murid itu susah. Guru yang tidak hati-hati akan terperosok dalam dua hal yaitu dibenci atau dilecehkan. Kalau terlalu galak dan disebut killer jadinya dibenci atau kalau terlalu lembek jatuhnya malah dilecehkan, dibully dan tidak dihormati.
Tapi kalau sudah tahu bagaimana cara mengambil hati murid, wah menyenangkan gan. Kita nggak perlu marah-marah di kelas, murid udah duduk manis dan ceria waktu pelajaran. Kadang bahkan murid kita ngasih surprise yang nggak terduga terutama kalau tanggal ulang tahun dah nyebar.
Kalau kita pindah/keluar kerja kita kadang ditangisi dan itu mengharukan....
3. Suka – Relasi banyak
Menjadi guru berarti menjadi orang tua kedua di sekolah. Kita nggak hanya berhubungan dengan murid tapi juga dengan orang tuanya. Orang tua murid tentu saja dari kalangan yang bermacam-macam. Membangun relasi itu penting agar tidak terjadi miskomunikasi. Orang tua jaman sekarang kritis dan aneh-aneh. Yang paling menyebalkan adalah tahu anaknya salah tapi dibela mati-matian (nanti kita bahas di bawah).
Komunikasi jadi kunci yang penting baik kepada murid dan orang tuanya. Kalau terjalin dengan baik relasi kita bertambah dan tidak akan dilupakan oleh murid. Mungkin suatu saat mereka akan “membalas jasa”.
Oh iya tambahan, kita bakal disegani di lingkungan (kalo hidupnya bener)
4. Suka - Banyak hal menyenangkan di kelas
Siapa bilang jadi guru itu nggak ada yang menyenangkan. Banyak hal-hal lucu dan aneh yang mungkin terjadi di kelas.
Kadang kalau ada kejadian lucu mau ketawa jaga gengsi eh kalau nggak ketawa ya susah. Apalagi kalau sudah diterima dengan baik sama murid, kelas itu bagai surga dunia..
5. Duka – Kesejahteraan yang kurang terjamin
Walaupun sudah ada yang namanya sertifikasi guru dan sekolah dengan gaji fantastis, itu hanya menyentuh beberapa persen guru.
Jangan kaget kalau anda menjadi guru (non PNS) di daerah, gajinya nggak ada 50% UMR. Gaji guru seret itu dah biasa. Udah gajinya cuma 300rb dirapel satu semester sekali
Makanya jangan kaget kalau guru bakal melakukan berbagai usaha sampingan baik yang halal atau tidak halal. Yang halal bisa ngojek, ngasih les privat, mengajar di 2 sekolah sekaligus, jualan, dll. Contoh yang nggak halal? Jualan togel, berjudi dan maksa siswa beli sesuatu atau "wajib" les sama dia.
Yang sudah jadi PNS dan dapat tunjangan profesipun banyak kok yang masih cari obyek.
berikut pengalaman buruk penulis
dia punya pengalaman buruk dengan guru waktu SMA, guru fisikanya sebut aja Pak Bodong (PNS di salah satu sekolah favorit). Beliau kalau ngajar asal-asalan dan satu-satunya cara dapat nilai bagus adalah ikut les sama dia. Hasil ulangan nggak dibagiin jadi kita nggak pernah tau nilai kita aslinya berapa. Yang ikut les sama dia pasti nilainya minimal 8 dan yang nggak les paling banter ya 7.
Nah boroknya ketahuan pas ujian semester gan. Dari 5 kelas IPA, 3 kelas yang diampu Pak Bodong nggak ada yang dapat nilai 6, paling tinggi 5! Bayangkan. Dan parahnya Pak Bodong mengeluarkan kebijakan kalau mau nilainya jadi 7 harus bayar 25rb. Padahal resminya cuma harus remidi/mengulang tes.
Itu sempet heboh satu sekolah, bahkan kita mau ngadain demo. Akhirnya tercium kepala sekolah dan di mediasi agar uangnya dikembalikan. Sialnya nggak semua siswa uangnya dikembalikan termasuk uang dia. Isu yang beredar uangnya sudah dipakai buat nyogok masuk kuliah anaknya tapi gagal masuk gan. Selain itu beliau dipindah tugaskan jadi guru olah raga sementara gan selama 1 tahun. Kita riang gembira denger kabar itu..
Prakata
Kalau orang jawa bilang guru itu singkatan “digugu lan ditiru” (dituruti dan ditiru). Namun itu jaman dulu, bagaimana keadaan guru jaman sekarang? si penulis yang kuliah di jurusan keguruan dan anggota keluarga penulis yang memang sebagian besar adalah guru memiliki berbagai pengalaman suka duka selama bekerja. Tiap kumpul keluarga, bahkan bersama keluarga besar pasti ada saja obrolan yang berkaitan dengan pendidikan.
Berikut ini Kami rangkum suka dan duka menjadi guru..
1. Suka – Bangga anak didik menjadi sukses
Bagaimanapun juga guru akan bahagia jika mantan anak didiknya akhirnya sukses baik dalam kehidupan dan karir apalagi jika anak didik kita menjadi presiden, kita hadir dalam sejarah kehidupan seorang presiden.
Tentunya rasa bangga ini hanya muncul jika anak didiknya sukses dengan cara yang halal.
2. Suka – Dicintai anak didik
Agar dicintai murid itu susah. Guru yang tidak hati-hati akan terperosok dalam dua hal yaitu dibenci atau dilecehkan. Kalau terlalu galak dan disebut killer jadinya dibenci atau kalau terlalu lembek jatuhnya malah dilecehkan, dibully dan tidak dihormati.
Tapi kalau sudah tahu bagaimana cara mengambil hati murid, wah menyenangkan gan. Kita nggak perlu marah-marah di kelas, murid udah duduk manis dan ceria waktu pelajaran. Kadang bahkan murid kita ngasih surprise yang nggak terduga terutama kalau tanggal ulang tahun dah nyebar.
Kalau kita pindah/keluar kerja kita kadang ditangisi dan itu mengharukan....
3. Suka – Relasi banyak
Menjadi guru berarti menjadi orang tua kedua di sekolah. Kita nggak hanya berhubungan dengan murid tapi juga dengan orang tuanya. Orang tua murid tentu saja dari kalangan yang bermacam-macam. Membangun relasi itu penting agar tidak terjadi miskomunikasi. Orang tua jaman sekarang kritis dan aneh-aneh. Yang paling menyebalkan adalah tahu anaknya salah tapi dibela mati-matian (nanti kita bahas di bawah).
Komunikasi jadi kunci yang penting baik kepada murid dan orang tuanya. Kalau terjalin dengan baik relasi kita bertambah dan tidak akan dilupakan oleh murid. Mungkin suatu saat mereka akan “membalas jasa”.
Oh iya tambahan, kita bakal disegani di lingkungan (kalo hidupnya bener)
4. Suka - Banyak hal menyenangkan di kelas
Siapa bilang jadi guru itu nggak ada yang menyenangkan. Banyak hal-hal lucu dan aneh yang mungkin terjadi di kelas.
Kadang kalau ada kejadian lucu mau ketawa jaga gengsi eh kalau nggak ketawa ya susah. Apalagi kalau sudah diterima dengan baik sama murid, kelas itu bagai surga dunia..
5. Duka – Kesejahteraan yang kurang terjamin
Walaupun sudah ada yang namanya sertifikasi guru dan sekolah dengan gaji fantastis, itu hanya menyentuh beberapa persen guru.
Jangan kaget kalau anda menjadi guru (non PNS) di daerah, gajinya nggak ada 50% UMR. Gaji guru seret itu dah biasa. Udah gajinya cuma 300rb dirapel satu semester sekali
Makanya jangan kaget kalau guru bakal melakukan berbagai usaha sampingan baik yang halal atau tidak halal. Yang halal bisa ngojek, ngasih les privat, mengajar di 2 sekolah sekaligus, jualan, dll. Contoh yang nggak halal? Jualan togel, berjudi dan maksa siswa beli sesuatu atau "wajib" les sama dia.
Yang sudah jadi PNS dan dapat tunjangan profesipun banyak kok yang masih cari obyek.
berikut pengalaman buruk penulis
dia punya pengalaman buruk dengan guru waktu SMA, guru fisikanya sebut aja Pak Bodong (PNS di salah satu sekolah favorit). Beliau kalau ngajar asal-asalan dan satu-satunya cara dapat nilai bagus adalah ikut les sama dia. Hasil ulangan nggak dibagiin jadi kita nggak pernah tau nilai kita aslinya berapa. Yang ikut les sama dia pasti nilainya minimal 8 dan yang nggak les paling banter ya 7.
Nah boroknya ketahuan pas ujian semester gan. Dari 5 kelas IPA, 3 kelas yang diampu Pak Bodong nggak ada yang dapat nilai 6, paling tinggi 5! Bayangkan. Dan parahnya Pak Bodong mengeluarkan kebijakan kalau mau nilainya jadi 7 harus bayar 25rb. Padahal resminya cuma harus remidi/mengulang tes.
Itu sempet heboh satu sekolah, bahkan kita mau ngadain demo. Akhirnya tercium kepala sekolah dan di mediasi agar uangnya dikembalikan. Sialnya nggak semua siswa uangnya dikembalikan termasuk uang dia. Isu yang beredar uangnya sudah dipakai buat nyogok masuk kuliah anaknya tapi gagal masuk gan. Selain itu beliau dipindah tugaskan jadi guru olah raga sementara gan selama 1 tahun. Kita riang gembira denger kabar itu..
6. Duka – Murid yang kurang ajar
Mungkin ungkapan digugu dalam bahasa jawa dibagian prolog sudah tidak berlaku lagi. Murid sekarang rata-rata berani dengan guru gan. Kalau berani karena benar sih sah saja, ane malah seneng. Tapi sekarang murid banyak yang kurang ajar nantangin berantem di luar sekolah.
Kalau kita marah juga harus kontrol, nggak bisa seperti guru jaman dulu yang bisa main fisik, salah-salah masuk penjara lagi.
Seperti pembahasan di sebelumnya, yang penting agan tau cara mengambil hati murid dan komunikasi berjalan baik. Caranya? Hanya pengalaman yang akan memberitahunya.
7. Duka – Orang tua yang membela kesalahan anak
Orang tua murid jaman sekarang aneh-aneh. Rata-rata suka bela anaknya walaupun tahu salah. Anaknya dapat nilai nol juga gurunya di damprat. Sesama murid berkelahi, guru juga kena damprat.
Kadang ortu main hajar juga kalau terlalu emosi..
Berikut pengalaman si penulis
Salah satu muridnya ada yang dapat nilai nol (jawaban ngawur semua). Jarang banget siswa dapat nilai nol jika nggak kebangetan. Orang tuanya protes kok bisa dapat nol. dia tanya sudah lihat ulangan anaknya belum, katanya belum hanya dibilangi anaknya nilainya nol. Padahal kebiasaan dia setiap ulangan harus ditandatangani orang tua. Nah lho terus yang tanda tangan siapa? Tapi orang tuanya tetep ngeyel.
Dan kata-kata ajaib yang masih terngiang di kepala ane adalah “Saya sudah serahkan anak saya agar bapak jadikan pintar, saya tidak mau tahu, pokoknya anak saya harus jadi pintar.”
Inget ya besok kalau jadi orang tua : Guru itu hanya mediator yg membantu siswa mendapat ilmu dan orang tua tetap harus mengawasi anaknya di rumah. Jangan mentang-mentang sudah sekolah dan ikut bimbel tapi di rumah nggak di awasi. Mungkin perlu sekolah khusus orang tua.
Tapi kalau memang kita yang salah ya wajib minta maaf.
8. Duka – Rawan disuap dan banyak godaan
Ini sebenarnya masih nyambung dengan masalah orang tua. Kalau nggak hati-hati gan jadi guru itu rawan disuap apalagi bagi penganut paham materialisme yang artinya apapun bisa dibeli dengan uang.
Rumah si penulis sering banget didatangi orang tua yang katanya ingin konsultasi eh ujung-ujungnya nyuap. Ini biasanya terjadi saat menjelang ujian dan kenaikan kelas. Nggak cuma orang tua, murid jaman sekarang ada yang terang-terangan nyogok.
Selain itu kadang ada pula murid yang berani cabe-cabean dengan guru, khususnya buat guru cowok fresh graduate ngajar di SMA/SMK putri. Haduh godaan iman yang tinggi.
Pokoknya harus kuat iman kalau jadi guru.
9. Duka – Ganti Menteri ganti kurikulum
Sebenarnya sih wajar jika ganti kurikulum, apalagi kalau kurikulum itu sudah berumur 10 tahun. Umur wajar kurikulum adalah 10 tahun alias satu generasi, karna hasilnya baru akan terlihat.
Kalau baru 2-3 tahun ya belum keliahatan hasilnya. Jadi agak nyebelin kalau dalam 5 tahun resuffle kabinet 2x, ganti menteri juga ganti kurikulum.
Perubahan kurikulum yang drastis seperti pada kurikulum 2013 pasti membawa kontroversi. Guru yang senior (>50 tahun) pasti kesulitan mengikuti perkembangan. Persiapan pelaksanaan kurikulum baru juga kadang kala minim. Di kota besar saja banyak kendala bagaimana keadaan daerah terpencil? Cukup memprihatinkan.
Selain itu dampaknya juga luas. Halo bagaimana kabarnya yang jadi guru komputer, bahasa inggris SD dan bahasa daerah?
10. Duka – Dunia pendidikan adalah Dunia yang kotor
Maaf jika ini sangat kasar. Ini pendapat si penulis pribadi. Tujuannya sih mulia tapi kadang cara yang dilakukan menjijikan.
Korupsi dimana-mana, suap dimana-mana, jilat menjilat juga baik di lingkungan sekolah atau dinas.
Inget kan kotornya proses Ujian Nasional? Bahkan di kota Lamongan seluruh kepala sekolahnya terlibat (70 orang), itu baru yang terungkap ke permukaan. Tapi jika anda tahu kejadian riil yang di dalamnya pasti anda bakal tambah jijik dan ngeri.
Tekanan agar siswanya lulus 100% itu memuakkan. Pengalaman tante si penulis ada yang sepeda motornya digembosin gara-gara waktu menjadi pengawas ujian nggak ngikutin instruksi kepala sekolah yang bersangkutan, dan anehnya nggak mungkin siswa bisa mengakses sepeda motor tersebut karena di parkiran khusus. Ya tau sendiri lah maksudnya.
Mungkin satu-satunya yang bisa dianggap bersih yaitu sekolah yang memasang CCTV waktu ujian, tapi kami pun nggak yakin bersih 100%.
Itu baru ujian nasional belum termasuk masalah nilai raport. Nilai siswa jaman sekarang jarang sekali ada yang murni yg istilah halusnya dikonversi. Nilai akhir biasanya didongkrak dan diolah sedemikian rupa mulai dengan alasan kasihan atau gengsi sekolah. Ini korupsi bukan ya?
Siswa jadi merasa senang. Ortu senang. Kepsek bangga. Tapi dibalik itu mental siswa menjadi rusak karena akan berpikir, "belajar nggak belajar aku tetep naik kelas."
Buat fresh graduate yg masih idealis pasti akan syok saat terjun langsung ke dunia pendidikan.
Ya demikian itulah suka dukanya menjadi guru.
Kasus-kasus di atas nggak bisa digeneralisir ya, hanya sebagai gambaran umum saja.
Yang ingin jadi guru sedikit saran dari kami : kalau tujuan anda cari duit (finansial) mending nggak usah jadi guru deh, lebih gampang dan basah jadi karyawan atau usaha, karena yang dibutuhkan adalah passion mendidik. Ketika passion itu ada, berkah pun mengalir lancar, Insya Allah..
sumber: http://www.kaskus.co.id/thread/542131da529a45b1478b456b/?ref=homelanding&med=hot_thread
Mungkin ungkapan digugu dalam bahasa jawa dibagian prolog sudah tidak berlaku lagi. Murid sekarang rata-rata berani dengan guru gan. Kalau berani karena benar sih sah saja, ane malah seneng. Tapi sekarang murid banyak yang kurang ajar nantangin berantem di luar sekolah.
Kalau kita marah juga harus kontrol, nggak bisa seperti guru jaman dulu yang bisa main fisik, salah-salah masuk penjara lagi.
Seperti pembahasan di sebelumnya, yang penting agan tau cara mengambil hati murid dan komunikasi berjalan baik. Caranya? Hanya pengalaman yang akan memberitahunya.
7. Duka – Orang tua yang membela kesalahan anak
Orang tua murid jaman sekarang aneh-aneh. Rata-rata suka bela anaknya walaupun tahu salah. Anaknya dapat nilai nol juga gurunya di damprat. Sesama murid berkelahi, guru juga kena damprat.
Kadang ortu main hajar juga kalau terlalu emosi..
Berikut pengalaman si penulis
Salah satu muridnya ada yang dapat nilai nol (jawaban ngawur semua). Jarang banget siswa dapat nilai nol jika nggak kebangetan. Orang tuanya protes kok bisa dapat nol. dia tanya sudah lihat ulangan anaknya belum, katanya belum hanya dibilangi anaknya nilainya nol. Padahal kebiasaan dia setiap ulangan harus ditandatangani orang tua. Nah lho terus yang tanda tangan siapa? Tapi orang tuanya tetep ngeyel.
Dan kata-kata ajaib yang masih terngiang di kepala ane adalah “Saya sudah serahkan anak saya agar bapak jadikan pintar, saya tidak mau tahu, pokoknya anak saya harus jadi pintar.”
Inget ya besok kalau jadi orang tua : Guru itu hanya mediator yg membantu siswa mendapat ilmu dan orang tua tetap harus mengawasi anaknya di rumah. Jangan mentang-mentang sudah sekolah dan ikut bimbel tapi di rumah nggak di awasi. Mungkin perlu sekolah khusus orang tua.
Tapi kalau memang kita yang salah ya wajib minta maaf.
8. Duka – Rawan disuap dan banyak godaan
Ini sebenarnya masih nyambung dengan masalah orang tua. Kalau nggak hati-hati gan jadi guru itu rawan disuap apalagi bagi penganut paham materialisme yang artinya apapun bisa dibeli dengan uang.
Rumah si penulis sering banget didatangi orang tua yang katanya ingin konsultasi eh ujung-ujungnya nyuap. Ini biasanya terjadi saat menjelang ujian dan kenaikan kelas. Nggak cuma orang tua, murid jaman sekarang ada yang terang-terangan nyogok.
Selain itu kadang ada pula murid yang berani cabe-cabean dengan guru, khususnya buat guru cowok fresh graduate ngajar di SMA/SMK putri. Haduh godaan iman yang tinggi.
Pokoknya harus kuat iman kalau jadi guru.
9. Duka – Ganti Menteri ganti kurikulum
Sebenarnya sih wajar jika ganti kurikulum, apalagi kalau kurikulum itu sudah berumur 10 tahun. Umur wajar kurikulum adalah 10 tahun alias satu generasi, karna hasilnya baru akan terlihat.
Kalau baru 2-3 tahun ya belum keliahatan hasilnya. Jadi agak nyebelin kalau dalam 5 tahun resuffle kabinet 2x, ganti menteri juga ganti kurikulum.
Perubahan kurikulum yang drastis seperti pada kurikulum 2013 pasti membawa kontroversi. Guru yang senior (>50 tahun) pasti kesulitan mengikuti perkembangan. Persiapan pelaksanaan kurikulum baru juga kadang kala minim. Di kota besar saja banyak kendala bagaimana keadaan daerah terpencil? Cukup memprihatinkan.
Selain itu dampaknya juga luas. Halo bagaimana kabarnya yang jadi guru komputer, bahasa inggris SD dan bahasa daerah?
10. Duka – Dunia pendidikan adalah Dunia yang kotor
Maaf jika ini sangat kasar. Ini pendapat si penulis pribadi. Tujuannya sih mulia tapi kadang cara yang dilakukan menjijikan.
Korupsi dimana-mana, suap dimana-mana, jilat menjilat juga baik di lingkungan sekolah atau dinas.
Inget kan kotornya proses Ujian Nasional? Bahkan di kota Lamongan seluruh kepala sekolahnya terlibat (70 orang), itu baru yang terungkap ke permukaan. Tapi jika anda tahu kejadian riil yang di dalamnya pasti anda bakal tambah jijik dan ngeri.
Tekanan agar siswanya lulus 100% itu memuakkan. Pengalaman tante si penulis ada yang sepeda motornya digembosin gara-gara waktu menjadi pengawas ujian nggak ngikutin instruksi kepala sekolah yang bersangkutan, dan anehnya nggak mungkin siswa bisa mengakses sepeda motor tersebut karena di parkiran khusus. Ya tau sendiri lah maksudnya.
Mungkin satu-satunya yang bisa dianggap bersih yaitu sekolah yang memasang CCTV waktu ujian, tapi kami pun nggak yakin bersih 100%.
Itu baru ujian nasional belum termasuk masalah nilai raport. Nilai siswa jaman sekarang jarang sekali ada yang murni yg istilah halusnya dikonversi. Nilai akhir biasanya didongkrak dan diolah sedemikian rupa mulai dengan alasan kasihan atau gengsi sekolah. Ini korupsi bukan ya?
Siswa jadi merasa senang. Ortu senang. Kepsek bangga. Tapi dibalik itu mental siswa menjadi rusak karena akan berpikir, "belajar nggak belajar aku tetep naik kelas."
Buat fresh graduate yg masih idealis pasti akan syok saat terjun langsung ke dunia pendidikan.
Ya demikian itulah suka dukanya menjadi guru.
Kasus-kasus di atas nggak bisa digeneralisir ya, hanya sebagai gambaran umum saja.
Yang ingin jadi guru sedikit saran dari kami : kalau tujuan anda cari duit (finansial) mending nggak usah jadi guru deh, lebih gampang dan basah jadi karyawan atau usaha, karena yang dibutuhkan adalah passion mendidik. Ketika passion itu ada, berkah pun mengalir lancar, Insya Allah..
sumber: http://www.kaskus.co.id/thread/542131da529a45b1478b456b/?ref=homelanding&med=hot_thread
.