Halo Papa dan Mama,
“Sedang apa kalian di rumah? Apa Mama masih sibuk menekuni hobi berkebunnya? Apa Papa masih selalu meluangkan waktu untuk bermain badminton dengan adik tiap sore?
Masih tetap sedapkah masakan Mama? Lidah ini sudah benar-benar rindu sayur asem dan tempe goreng buatannya.”
Ah, iya, sudah lama aku tak pulang ke rumah. Banyaknya pekerjaan yang menumpuk selalu kujadikan alasan utama. Padahal sebenarnya, jika aku punya niat pun aku pasti bisa meluangkan waktu sejenak untuk pulang.
Aku pun juga rindu akan rumah dan kalian. Tapi selalu saja aku menemukan alasan untuk menunda jadwal kepulangan.
Aku sering berpikir tetap mengalirnya uang kiriman tiap bulan cukup sebagai perwakilan diriku di rumah. Aku juga berpikir selagi aku masih muda, aku layak menghabiskan masa mudaku berkumpul bersama kawan dan bersenang-senang. Menuntaskan gelegak darah muda ini untuk bertualang supaya makin banyak rentetan cerita untuk anak dan cucuku kelak.
Bahkan, setiap ada cuti dari kantor pun seringnya kugunakan untuk memenuhi keinginan jalan-jalan menjelajahi keelokan negeri ini. Aku sering lupa pada kampung halaman. Aku sering lupa pada kalian.
Aku sibuk membangun dunia sendiri. Saat sedang pulang sekalipun, aku seringkali masih terhisap oleh duniaku ini.
tidak punya waktu untuk kalian
Aku sering terlalu sibuk dengan duniaku sendiri. Hal itu juga terjadi bahkan ketika aku akhirnya bisa pulang dan ada di rumah bersama kalian. Untuk membantu Mama mengangkat jemuran saja, aku malas-malasan. Begitu juga ketika Papa meminta aku untuk berada di belakang kemudi dan mengantarkan beliau kemana-mana. Aku, sekali lagi, mengiyakan dengan berat hati atau bahkan menolak dengan halus.
Tak segan-segan, aku menggunakan alasan masih ada beberapa pekerjaan dari kantor sebagai tameng. Atau beralasan bahwa aku ada janji bertemu dengan teman lama. Iya, Papa dan Mama selalu mau mengerti kondisiku dan bahkan tidak pernah memarahiku karena kesibukanku.
Mungkin Mama dan Papa sering mengeluh dalam hati. Namun hal itu selalu dibarengi dengan ucapan syukur karena aku sudah menjadi orang yang bisa memimpin hidup sendiri.
Padahal Papa dan Mama bukannya tak punya dunia pribadi. Bedanya, Papa-Mama juga selalu memikirkan cara agar kepentinganku didahului.
Sesibuk apapun Papa-Mama, kepentinganku selalu didahului
Anak memang tempatnya lupa. Aku lupa bahwa bukan hanya aku yang punya kehidupan di luar rumah dalam hal ini. Mama dan Papa pun juga punya kesibukan-kesibukan pribadi. Apalagi saat aku masih kecil, ketika Mama-Papa masih sedang sibuk-sibuknya meniti karir.
Menjalani pekerjaan yang mungkin jauh lebih menuntut, ribut, dan melelahkan daripada dunia karirku yang sekarang ini, Papa dan Mama toh tetap tidak melupakan bahwa aku ada.
Di antara segala kesibukan orangtua yang membesarkanku, tetap ada masakan enak yang terhidang untukku, televisi dan buku-buku agar aku tidak bingung menghabiskan waktu, hingga makan malam bersama yang dipenuhi cerita-cerita Papa-Mama yang selalu membuatku terbelalak dan tertawa.
Aku juga masih ingat ketika Papa-Mama saling meluangkan waktu demi mengantar jemputku ke sekolah dan juga tempat les. Papa akan mengantarkanku di pagi hari, kemudian Mama lah yang akan menjemput dan mengantarkanku ke tempat les di siang hari.
“Maaf ya, Papa sama Mama masih di kantor. Kamu pergi sendiri aja, ya.” adalah kalimat yang sama sekali tak pernah kudengar keluar dari mulut orangtua.
Pun ketika buku sekolahku ketinggalan di rumah. Papa dan Mama tetap bersedia mengantarnya, menyelamatkanku dari ancaman dimarahi guru karena hal yang tidak perlu.
Aku belum mewarisi kegigihan Papa dan Mama ini. Justru sebaliknya, aku sering malas ketika harus pergi ke luar mengantarkan kalian. Jika pun tidak sibuk dengan tugas-tugas dan deadline, godaan untuk meletakkan kepala di bantal sembari menonton TV seringkali tak tertahankan. Puluhan alasan pun kusiapkan untuk menolak menghabiskan waktuku demi kalian.
Pa, Ma, aku sungguh minta maaf.
Anak memang tempatnya lupa. Aku sering mengesampingkan begitu saja bahwa aku ada di dunia karena Papa dan Mama.
aku ada karena papa dan mama..
Aku, sungguh menyesal, Pa, Ma. Aku sering lupa bahwa aku bisa melihat dunia karena Papa dan Mama. Bahkan, Tuhan mengamini bahwa kalian berdua adalah malaikat penjagaku di dunia ini. Memang kalian tidak menuntut balasan atau pun sibuk menghitung untung dan rugi. Namun, yang sering aku lupa bahwa malaikat penjagaku juga menginginkan untuk dicintai dan dikasihi.
Aku tidak tahu sampai berapa lama kalian ada di dunia ini, tapi aku selalu merapal janji kepada Sang Maha Pencipta bahwa aku ingin membahagiakan dan merawat kalian hingga habis masa kalian nanti.
Iya, esok saat aku pulang, aku berjanji akan selalu meringankan beban kalian tanpa mengeluh. Aku juga berjanji mulai sekarang akan lebih sering menghubungi Papa dan Mama. Mendengarkan cerita kalian secara seksama dan tidak pernah bosan mendengarkan nasihat kalian yang itu-itu saja.
Aku berjanji akan selalu menjadikan kalian di urutan teratas daftar prioritasku. Aku juga akan sebisa mungkin meluangkan waktu liburku untuk pulang dan berkumpul bersama kalian. Mencicipi masakan mama yang tak pelit bumbu sembari bercengkerama bersama Papa.
Ya, demi berterimakasih kepada sang Maha Pencipta karena masih memberikan kalian waktu lebih lama demi bersamaku di dunia ini.
Dariku, yang selalu sibuk dan tidak bisa meluangkan waktu
sumber: http://www.hipwee.com/motivasi/kepada-ayah-dan-ibu-dari-anakmu-yang-selalu-tidak-punya-waktu/
.